MODEL KONSERVASI PEMANFAATAN AIR TANAH YANG BERKELANJUTAN DI KOTA SEMARANG
Keywords: Defisit air tanah, kebutuhan air, ketersediaan air tanah
Abstract
Kota Semarang selain sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah, kotanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi, pendidikan, pariwisata, dan lingkungan serta permukiman, sehingga pemanfaatan air tanahnya selalu meningkat setiap tahun. Pada tahun 2004 volume air tanah yang diambil sebesar 6,3 x 106 m3, dan tahun 2008 sebesar 9,6 x 106 m3. Ada tiga sektor dalam pemanfaatan air tanah yaitu domestik, industri, serta hotel dan restoran. Kebutuhan air domestik melalui air tanah dangkal sebesar 80%, dan air tanah dalam sebesar 20% yang dilayani oleh PDAM Tirta Moedal dengan jangkauan layanan sebesar 56,1%. Sementara kebutuhan air untuk industri serta hotel dan restoran dengan memanfaatkan air tanah sebesar 90%. Kebutuhan air tanah dari tiga sektor tersebut pada tahun 2010 sebesar 13.53 x 106 m3, dan tersediaannya tinggal 5.26 x 106 m3, dan pada tahun 2030 akan mengalami defisit air tanah. Untuk mengantisipasi defisit air tanah, dibuat 6 (enam) model konservasi pemanfaatan air tanah, yaitu (a) membatasi tingkat pertumbuhan hotel dari 2% menjadi 1% per tahun dan mengurangi konsumsi air tamu hotel dari 150 L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari, (b) membatasi penggunaan air untuk semua jenis industri yaitu sebesar 20%, (c) mengurangi konsumsi unit air domestik dengan membatasi pertumbuhan penduduk dari 1.67% per tahun diturunkan menjadi 1% per tahun dan mengurangi konsumsi air menjadi dari 150 L/orang/hari menjadi 120 L/orang/hari, (d) meningkatkan kapasitas produksi PDAM yaitu dengan meningkatkan pelayanan kepada penduduk dari 56.1% menjadi 70% dan pengambilan air tanah dibatasi sampai 15%, (e) kombinasi dari model/skenario a, b, c, dan d, serta (f) moratorium pemanfaatan air tanah. Dari enam model tersebut, terdapat dua model yang memenuhi keberlanjutan konservasi pemanfaatan, yaitu: (1) Model kombinasi antara model a, b, c, dan d. Hasilnya adalah ketersediaan air tanah pada tahun 2050 diprediksi sebesar 0,89 x 106 m3 dan tidak mengalami defisit air tanah, dan (2) moratorium penggunaan air tanah, hasilnya adalah sejak tahun 2020 ketersediaan air tanah diprediksi akan meningkat, dan pada tahun 2025 telah mencapai kestabilan. Ketersediaan air tanah pada tahun 2050 diprediksi akan sebesar 13,88 x 106 m3 dan muka air tanah (MAT) telah mencapai 9,5 meter.
Downloads
References
Badan Pusat Statistik (BPS). (2011). Semarang kota dalam angka 2010. Semarang: Badan Pusat Statistik Kota Semarang.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. (2006). Evaluasi cekungan air tanah Semarang Jawa Tengah. Laporan Tahunan. Bandung: Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan.
Departemen Pekerjaan Umum. (2002). Profil Kota Semarang. Ditjen Cipta Karya. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Dep Kimpraswil). (2003). Standar kebutuhan air bersih perkotaan. Jakarta.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Tengah. (2009). Laporan akhir Intensifikasi perhitungan produksi dan pajak perhitungan air tanah. Semarang: Dinas ESDM Jateng.
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. (2010). Laporan tahunan dinas pariwisata dan kebudayaan kota Semarang 2009. Semarang Jawa Tengah.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan. (2009). Laporan tahunan dinas perindustrian dan perdagangan 2008. Semarang Jawa Tengah
PDAM Tirta Moedal. (2008). Statistik PDAM kota Semarang. Semarang: PDAM Tirta Moedal Kota Semarang.
Siradj, M. (1992). Metodologi prakiraan dampak pada air tanah. Seminar Nasional Metodologi Prakiraan Dampak dalam AMDAL. Bogor: PPLH-LP IPB dan BK-PSL dan Bappedal.
Susana, M. & Harnandi, D. (2008). Penelitian hidrogeologi daerah imbuhan air tanah dengan metode isotop dan hidrokimia di CAT Semarang Demak. Jakarta: Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral.
Todd, D. K. (1980). Ground water hydrology. 2nd edition. New York: John Willey & Sons Inc.
Walpole RE. (1995). Pengantar statistika. Edisi ke 3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.