MODEL PENDIDIKAN KETERAMPILAN HIDUP (LIFE SKILLS) BAGI ANAK PUTUS SEKOLAH KORBAN LUMPUR LAPINDO
Keywords: anak putus sekolah, korban lumpur, life skills education, pendidikan keterampilan hidup, school dropouts, victims of the mud
Abstract
This article aims to describe the development of models of educational research skills (life skills) for school dropouts Lapindo mudflow victims. Collecting data dropouts and the desired type of life skills is done through interviews and kuesinoer. While the development of life skills education model using the methods of research and development by modifying the model Plomp. Data were analyzed descriptively and the average percentage and kualitatiof analysis model of Miles and Huberman (1992). The results showed that the characteristics of school dropouts in the Lapindo mudflow victims Siring village and sub-district Renojoyo Porong, Besuki village and Pejarakan Jabon subdistrict, and village districts Sentul Tanggulangin Kedungbendo and numbered 67 people. Of these the majority of high school education or equivalent, ie 30 people or 44.78%, while 26 people or 38.80% junior high school graduates, and 11 people, or 16.41% of primary school graduates or equivalent. Mostly aged between 16 and 18 years of age, ie 39 (58.20%). Type the desired skills are service motorcycles, sewing, mobile phone service, and home industries. Memindaklanjuti desire for school dropouts Lapindo mudflow victims (APSKLL), the three modules developed life skills education, the service module motorcycles, sewing skills module, and mobile phone service modules. Writing module is made as simple as possible, the basic material content, word choice tailored to the educational level, and comes in the form of examples and illustrative pictures are clear. However, the module has not been tested because it was before used in the training of life skills education for APSKLL advisable to conduct research trials modu use.
Artikel ini bertujuan mendeskripsikan hasil penelitian pengembangan model pendidikan keterampilan hidup (life skills) bagi anak putus sekolah korban lumpur Lapindo. Pengumpulan data anak putus sekolah dan jenis keterampilan hidup yang diinginkan dilakukan melalui metode wawancara dan kuesiner. Sementara pengembangan model pendidikan keterampilan hidup menggunakan metode penelitian dan pengembangan dengan memodifikasi model Plomp. Data dianalisis secara deskriptif persentase dan rata-rata serta analisis kualitatif model Miles dan Huberman (1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik anak putus sekolah korban lumpur Lapindo di desa Renojoyo dan Siring kecamatan Porong, desa Besuki dan Pejarakan Kecamatan Jabon, dan desa Kedungbendo dan Sentul kecamatan Tanggulangin berjumlah 67 orang. Dari jumlah tersebut sebagian besar berpendidikan SLTA atau sederajat, yakni 30 orang atau 44,78%, sedangkan 26 orang atau 38,80% lulusan SMP atau sederajat, dan 11 orang atau 16,41% lulusan SD atau sederajat. Sebagian besar berusia antara 16 sampai usia 18 tahun, yakni 39 orang (58,20%). Jenis keterampilan yang diinginkan adalah service sepeda motor, menjahit, service handphone, dan home industri. Untuk memindaklanjuti keinginan anak putus sekolah korban lumpur Lapindo (APSKLL) tersebut, dikembangkan tiga modul pendidikan keterampilan hidup, yakni modul service sepeda motor, modul keterampilan menjahit, dan modul service handphone. Penulisan modul dibuat sesederhana mungkin, isi materi yang mendasar, pilihan kata disesuaikan dengan tingkat pendidikan, serta dilengkapi ilustrasi berupa contoh dan gambar-gambar yang jelas. Namun, modul tersebut belum diujicoba, karena itu sebelum dipergunakan dalam pelatihan pendidikan keterampilan hidup bagi APSKLL disarankan untuk melakukan penelitian uji coba penggunaan modu.
Downloads
References
Daulay, P. & Susilo, S. (2012). Pola kehidupan dan kesempatan kerja migran petani korban lumpur Lapindo di daerah tujuan, laporan penelitian, lembaga penelitiaan Universitas Terbuka, Jakarta.
Depatemen Pendidikan Nasional. (2002). Pola pelaksanaan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) melalui pendekatan broad base education. Depdiknas, Jakarta.
Giddens, A. (2003). Jalan ketiga dan kritik-kritiknya. Edisi terjemahan, dari buku The third way and its critiques, Penerjemah: Imam Khoiri. Yogyakarta: IRCiSoD.
Indriaty, D. (2004) Strategi adaptasi untuk mencapai aspirasi masa depan pada anak putus sekolah. Jurnal ilmu kesejahteraan sosial, vol. 3(2), September 2004.
Mangoenpoerojo, Roch Basoeki. (2008). Kerugian Bangsa Akibat Lumpur di Sidoarjo. Bandung: Visibuku Indonesia.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis data kualitatif, Buku Sumber tentang metode-metode baru. Terjemahan dari Analyzing qualitative data: A source book for new methods. Jakarta: UI Press.
Moerdiyanto. (2009). Pengembangan model pendidikan kewirausahaan bagi remaja putus sekolah korban gempa sebagai usaha pengentasan kemiskinan di kabupaten Bantul DIY. Prosiding deseminasi hasil-hasil penelitian tingkat nasional, ISBN 978602-8429-27-6, hal.150.
Novenanto, A. (2008). Melihat kasus lapindo sebagai bencana sosial. Jurnal masyarakat dan kebudayaan.
Rubiyanto, Rubino, Sumarsono, Hadi & Ghofur, H. (2004). Model pendidikan kecakapan hidup (life skill) bagi remaja putus sekolah dalam usaha mempersiapkan diri memasuki dunia kerja melalu sinergi pemberdayaan potensi masyarakat pedesaan di wilayah kabupaten gunungkidul, diambil 30 Januari 2013 dari http:dieilib.unimus.ac.Id.
Scramm, C.J. (2010). Wirausaha tidak bisa dilatihkan. Kompas, 18 November, halaman 18.
Sumirat, D. (2007). Life Skill Bidang Penyiaran Satu Solusi Atasi Pengangguran. Gemari Edisi 74/Tahun VIII/Maret 2007
Supriatna, Mamat (2013). Pengembangan kecakapan hidup di sekolah, diambil pada tanggal 25 Pebruari 2013 dari http://www.google.co.id/#tbo=d&output=search&sclient=psyab&q.
Vembriarto, St. (1977). Kapita selekta pendidikan Yogyakarta: Yayasan Penerbit.
Widodo, A. (2007). Misteri Gunung Lumpur dalam Gatra, 20 Juli 2007.